Raden Udapati Kartala .. Menurut versi Mbah Karimun tokoh ini adalah adik Prabu Lembu Amiluhur (Raja Kerajaan Jenggolo Manik).
Menurut Pak Soleh Adi Pramono, tokoh ini mempunyai sebutan Jaksa Lumajang Tengah.
Dalam wayang topeng Malang, tokoh ini memang digambarkan sebagai tokoh yang menjunjung tinggi keadilan.
Karakternya sama dengan karakter Bimasena/Wrekudoro dalam cerita wayang purwa.
Ini lah tokoh yang aku perankan saat kali pertama ikut pertunjukan wayang topeng pada tahun 1995 di daerah Karanglo-Singosari Malang di sebuah acara Hajatan yang mengundang Kelompok Wayang Topeng Asmoro Bangun Pakisaji untuk tampil dalam hajatan tersebut. Saat itu menampilkan lakon "Sekar Tunjungbiru - Rabine Panji"
INILAH SEPENGGAL CERITAKU
SAAT PERTAMA KALI MEMERANKAN UDAPATI KARTALA
PADA PENTAS PERTAMAKU DALAM PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG
Waktu itu aku diminta Mbah Karimun ikut tanggapan Wayang Topeng. Meskipun sudah aku tolak karena aku belum pernah menari topeng di atas panggung, tapi Mbah Karimoen tetap memaksa "Lek awakmu ora melok Le.. wes ora usah soboh maneh nang Kedungmonggo!!".. Itu lah semangat pertamaku saat memulai belajar wayang topeng. Akhirnya aku datang juga ke tempat pertunjukan bersama Mas Eko Ujang --(Penari Topeng Desa Jambuwer) yang juga belajar Topeng di Kedungmonggo -- .
Sesampai di belakang panggung aku melihat Cak Kamdani (spesialis penari ragam Jowo) sedang sibuk mengatur Urutan Adegan bersama Pak Kasnam (Dalang Wayang Topeng). Dengan tulisan tangan yang sederhana Cak Nden/Cak Ndani --panggilan akrab Cak Kamdani-- menyusun urutan adegan Pertunjukan Topeng Malang dengan Lakon "Sekar Tunjung Biru" pada secarik kertas bekas dan kemudian ditancapkan pada sebuah paku yang menempel di dinding tempat dimana para pemain wayang topeng sedang mempersiapkan diri. Tiba-tiba Cak Nden menghampiriku "Wes ndang salin kono Her .. !!!" Aku hanya bisa tersenyum dan gak tau apa yang harus aku lakukan. "Awakmu engko melok jejer jenggolo yo... dadi Udapati Kartolo. wes ndang cepetan salin" kata Cak Ndani dengan gaya cerewetnya yang khas. Akhirnya keluar juga kata-kata dari mulutku "aku engkok njoged e yok opo??"
"Jogede iku podo karo patih.. Junjungan, gedrug, terus labas.. maringono singget.. mapan.. wes ah engkok delok en ae yok opo beksane Pak Wajid (tokoh senior wayang topeng Kedungmonggo)" begitu arahan Cak Nden seperti memberi arahan kepada penari topeng yang sudah beberapa kali pentas --- padahal ini my first time --- sambil membantuku mengenakan rapek dan pedangan, bagian dari kostum topeng yang untuk pertama kali aku pakai. "Cak .. engkuk lek wes mari adegan jejeran .. mlebune joged e yok opo?" pertanyaan itu begitu saja meluncur dari mulutku. "yo wes labas o ae .." jawab Cak Nden dengan ringan, sambil memasangkan beberapa peniti untuk memperkuat lilitan kostum yang aku pakai malam itu.
Perasaan senang, tegang, bingung menyatu menyesakan dada..
Tibalah saatnya giliran adeganku ..
Aku terus berusaha mengintip dari balik Langse (belahan korden/kelambu yang menjadi background khas pertunjukan wayang topeng Malang), untuk memperhatikan gerak tari Pak Wajid yang saat itu berperan sebagai Patih Brojonoto.. saat asyik memperhatikan dan memperkirakan dimana nanti posisiku di panggung .. tiba-tiba terasa olehku tangan Cak Ndani menarik lenganku. Terdengar bisikan suaranya "ayo wayahmu !! rungokno gendinge .. rungokno kendange !!! langsung junjungan!!!"
Aku keluar membelah selambu langsung melakukan gerakan junjungan sambil memaksakan telingaku mendengarkan gending dan irama kendang yang gak pernah aku dengarkan sebelumnya...
Suksesss!! aku bisa melalui ragam junjungan dan gedrug entran dengan lancar..
Pada saat gerakan Labas (berjalan) aku merasakan kakiku menginjak paha salah satu penari.. terdengar riuh suara tawa penonton... Seketika konsentrasiku buyar gerakan labasku menjadi tidak selaras dengan gending.. Perasaanku sedikit tenang ketika gending yang mengiringi gerakanku terus menuntunku hingga aku bisa berhenti pada posisi blockingku pada adegan tersebut. Dengan nafas yang menjadi tidak teratur aku mencoba melihat dari lobang mata topeng yang aku pakai siapa tadi yang aku injak.. ternyata aku tadi menginjak Mas Eko yang sedang duduk di bawah memerankan tokoh Panji Asmorobangun.
Pada saat bertemu di belakang panggung tampak bibir Mas Eko berdarah. Ternyata saat kakiku menginjak pahanya ternyata lututku menendang dagunya sehingga bibirnya tergigit oleh giginya sendiri hehehehe...
"Sepurane Mas Eko.. maklum tas blajaran"
Setelah Adegan Jejer Jenggolo aku juga ikut adegan barisan Grebeg Sabrang.. salah satu Tarian Topeng Malang yang pertama kali aku pelajari. Meskipun penampilanku tidak begitu sukses karena ternyata ragam tariannya tidak sama dengan ragam tari yang aku pelajari, tapi rasa kepuasan bermain wayang topeng tetap sangat aku rasakan. Dan malam itu juga merupakan pertama kalinya aku mendapatkan honor bermain wayang topeng. Mbah Karimun sendiri yang memberikan honor itu kepadaku sambil berkata " Le, iki trimo en .. gantine bensinmu .. masiyo thithik tapi ojo dadi gelane atimu yo.. "
"matur nuwun Mbah" kataku sambil menerima uang sebesar Tujuh ribu lima ratus rupiah.